Wednesday, August 20, 2008

MENEMBUS BATAS


Minggu lalu boleh jadi adalah sebuah sejarah dalam hidup saya, dimana saat itu untuk pertama kalinya saya melakukan perjalanan darat ke Bandung mengendarai mobil memegang stir sendiri. Jarak Solo-Bandung, odometer mobil saya mencatat empatratus limapuluh kilometer lebih sekali jalan, adalah jarak terpanjang yang pernah saya lakukan dalam berkendara membawa mobil sendiri. Dan itu saya lakukan pulang pergi. Saya catat perjalanan selama sebelas setengah jam saat berangkat, dan duabelas jam saat pulang dua hari kemudian.

Bisa jadi bagi sebagian besar orang, jarak sejauh itu adalah jarak yang tergolong biasa saja. Terutama bagi bapak-bapak yang memang berprofensi sebagai sopir angkutan umum antar propinsi. Tapi bagi saya, hal itu adalah sesuatu yang luar biasa. Pada saat itu seolah saya telah menembus batas kemampuan saya selama ini dalam mengendara mobil sekali tancap. Biasanya paling jauh, saya mengendara sendiri mobil saya, paling hanya seputaran Solo-Yogya atau Solo-Semarang. Bila bepergian sampai jauh, biasanya saya memilih dengan kendaraan umum. Dan minggu kemarin saya telah berketetapan hati untuk menaikkan batas kemampuan saya dalam berkendara. Sesuatu yang selama ini, untuk memulai selalu dihantui perasaan ‘mampu nggak yaa?’.

Kita semua pastilah memiliki batas-batas kemampuan apa pun bentuk kemampuan itu. Kemampuan yang biasanya kita selalu lakukan dalam wilayah aman, sesekali berada pada batas kemampuan, kalau pun lebih juga tidak jauh dari batas itu. Seperti juga saya, sebelumnya terbiasa menyetir sendiri jarak Solo-Yogya atau Solo-Semarang. Biasanya selalu di wilayah aman batas itu. Kalaupun lebih paling-paling hanya pada ambang Solo-Pekalongan atau Solo-Wonogiri. Cuma lebih limapuluhan persen dari batas aman saya.

Setiap manusia juga memiliki batas-batas kemampuan sendiri untuk hal-hal unik tertentu bagi masing-masing kita. Dan itu tidak perlu dibandingkan satu sama lain, karena hal itu hanya kita yang bisa menilai. Berpulang pada kepentingan dan sampai dimana kemauan kita untuk menembus batas kita. Seperti kasus saya, Solo-Bandung berkendara seperti sebuah quantum leap, lebih dari empat kali jarak batas saya biasa berkendara sendiri. Sementara bagi para sopir bis malam, mendengar cerita saya ini mungkin beliau-beliau akan tersenyum menganggap saya terlalu bangga pada sesuatu yang bagi mereka adalah sesuatu yang biasa.

Dan itulah inti permasalahan-nya. Dalam setiap segi kehidupan, sampai dimana kemampuan kita, motivasi kita, ketahanan kita, keinginan kita untuk selalu belajar, efektifitas kehidupan kita, hanya masing-masing kita sendirilah yang tahu. Hanya kita sendirilah yang bisa menilai secara jernih dimana batas-batas kita. Dan hanya kita sendirilah yang bisa memulai dan berkehendak untuk selalu memperbarui batas-batas kita. Baik peningkatan batas yang sedikit demi sedikit agar lebih aman, atau sesuatu yang sifatnya lompatan besar.

Kita tidak perlu tertawa melihat orang lain menembus batas mereka yang mungkin bagi kita biasa-biasa saja. Seperti halnya kita tak perlu berkecil hati ketika kita menembus batas kita sendiri yang mungkin bagi orang lain adalah hal yang biasa.

Boleh jadi kita lebih memilih bermain di daerah aman, menembus batas bilamana memang perlu benar. Itu sah-sah saja, karena memang hal ini adalah pilihan, bukan sebuah keharusan. Tapi saya sendiri merasa, bahwa ketika saya sudah mengalami sendiri mengendara Solo-Bandung, maka jarak dibawah itu tampak menjadi biasa, dan sesuatu yang mungkin untuk dicapai kapan pun mau.

Kita akan selalu berubah, dari kecil menjadi dewasa. Di luar sana juga akan selalu terjadi perubahan. Sudah seharusnya kita juga mau untuk berubah. Tanpa pernah menyentuh batas, atau pun melampaui batas-batas kita, kita tak akan pernah tahu sampai dimana kita bisa merubah diri kita.

sumber : pitoyo amrih

No comments: