Monday, April 20, 2009

Kami SIAP


fokus, semangat, berdoa
SUKSES adalah HAK KAMU

Sunday, April 12, 2009

Motivasi Ala Sir Alex


Sir Alex Ferguson, manajer klub sepak bola Manchester United, adalah salah satu dari jajaran motivator hebat. Kali ini, tugasnya termasuk berat karena performa klub asuhannya lagi jeblok. Beberapa waktu lalu, United menderita dua kekalahan beruntun di Liga Primer Inggris dan ditahan imbang di kandang sendiri, dalam pertandingan Liga Champions.
Lalu, apa yang dikatakannya pada Wayne Rooney dkk. sewaktu mereka akan bertanding di kandang Sunderland, Sabtu (11/4), dalam lanjutan Liga Primer Inggris? Ia bilang, tim utama Manchester United harus meniru pegolf Tiger Woods (Amerika Serikat).

"Tiger Woods, sang bintang sejati, sudah absen dari golf sekian bulan. Dia lalu kembali setelah operasi lutut dan dia bisa memenangi turnamen (Invitasi Arnold Palmer) pekan lalu. Orang-orang yang spesial selalu masih punya semangat untuk memacu diri, guna memenangi apa yang ada selanjutnya...dan seterusnya. Itu ada dalam sifat mereka!" seru Fergie.

"Ada beberapa kalangan yang punya kebiasaan, ketika mereka ada di zona nyaman, mereka terlalu santai dan tak bisa kembali (bersemangat) lagi," jelas Fergie. Ia bilang, ia yakin timnya tak seperti itu dan bisa segera bangkit dari keterpurukan.

Hasilnya? Manchester United menang 2-1 kemarin malam dan memelihara peluang mereka menjuarai Liga Primer Inggris. Namun, Fergie sudah berpesan agar para pemainnya tidak lekas puas.

"Itu sikap buruk lainnya. Ada beberapa orang yang berpikir, 'Oh, aku tak perlu pergi kerja besok, sebab aku sudah punya uang yang cukup besar jumlahnya. Lalu, aku akan pensiun di usia 30'," demikian ucap manajer asal Skotlandia itu.

Fergie sendiri adalah contoh yang amant baik. Pada usia 67 tahun, ia masih terus "lapar" akan prestasi!

sumber : team andriewongso.com

Saturday, April 11, 2009

Maestro Pencipta Lagu Anak-Anak


Pencipta lagu anak-anak Abdullah Totong Mahmud yang dikenal dengan nama AT Mahmud ini menerima Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma dari pemerintah RI. Ia dinilai berjasa dalam mengembangkan dan meningkatkan sumber daya bangsa dalam menciptakan lagu untuk anak-anak yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak.

Penerima Piagam hadiah seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini memang telah menciptakan sekitar 500 judul lagu anak-anak. Lagu-lagu ciptaannya antara lain Ameia, Cicak, Pelangi, Bintang Kejora, dan Ambilkan Bulan, sangat terkenal dan baik untuk anak-anak. Semua lagu ciptaannya mengandung unsur edukasi yang sangat bermanfaat bagi perkembangan kecerdasan dan kepribadian anak-anak.

Maka melihat perkembangan lagu anak-anak sekarang ini, ia sangat prihatin. Keprihatinan ini dikemukakannya saat wawancara dengan Wartawan TokohIndonesia DotCom di rumah kediamannya, Jalan Tebet Barat II Jakarta, Senin 8 September 2003.

Menurutnya, banyak sekali lagu yang dinyanyikan anak-anak bukan lagu anak melainkan lagu orang dewasa dengan pikiran dan kemauan orang dewasa. Anak-anak hanya menyanyikan saja. Tanpa pemahaman dan penghayatan akan isi lagu. AT Mahmud mencontohkan dua lagu yaitu “Aku Cinta Rupiah” dan “Mister Bush”.

“Anak kecil mana tahu nilai rupiah atau dolar atau ringgit dan mata uang lainnya. Mereka juga tidak begitu kenal dan hirau dengan George Bush Junior yang melakukan invasi ke Iraq. Mereka belum memikirkan hal itu. Semua itu adalah pikiran dan kemauan orang dewasa yang dipaksa disuarakan anak-anak,” paparnya.

Menurut Mahmud, lagu anak-anak hendaknya mengungkapkan kegembiraan, kasih sayang, dan memiliki nilai pendidikan yang sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis anak. Bahasa dalam lagu anak pun harus menggunakan kosakata yang akrab di telinga anak.

Siapa sebenarnya AT Mahmud? Apakah dia sejak muda mempersiapkan diri menjadi pencipta lagu anak dan melulu mengurusi soal lagu anak?

AT Mahmud lahir di Palembang, Kampung 5 Ulu Kedukan Anyar, 3 Februari 1930. Ia anak kelima dari sepuluh bersaudara. Ibu bernama Masayu Aisyah, ayah bernama Masagus Mahmud. Ia diberi nama Abdullah dan sehari-hari dipanggil “Dola”. Namun, sebutan nama Abdullah atau Dola kemudian “menghilang”. Nama pemberian orang tua tercatat terakhir pada ijazah yang dimilikinya pada sekolah Sjoeritsoe Mizoeho Gakoe-en (sekolah Jepang) tahun 1945. Pada ijazah itu nama lengkapnya tertulis: Mgs (Masagus) Abdu'llah Mahmoed. Di rumah, kampung, dan teman sekolah, ia lebih dikenal dengan nama Totong. Pada surat ijazah Sekolah Menengah Umum Bagian Pertama (setingkat SLTP) tahun 1950, namanya tertulis Totong Machmud. Konon menurut cerita ibunya, ketika dirinya masih bayi ada keluarga Sunda, tetangganya, sering menggendong dan menimangnya sambil berucap, “... tong! ...otong!” Sang Ibu mendengarnya seperti bunyi “totong”. Sejak itu, entah mengapa, ibunya memanggilnya dengan “Totong”. Nama ini diterima di lingkungan keluarga dan kerabat. Nama lengkapnya kemudian menjadi Abdullah Totong Mahmud, disingkat A. T. Mahmud.

Mahmud masuk Sekolah Rakyat (SD) ketika tinggal di Sembilan Ilir. Setahun kemudian, setelah berumur 7 tahun, ia dipindahkan ke Hollandse Indische School (HIS) 24 Ilir. Ada kenangan yang tak dapat dilupakannya kepada guru HIS yang mengajarkan musik, khususnya membaca notasi angka. Cara guru mengajarkannya sangat menarik. Guru memperkenalkan urutan nada do rendah sampai do tinggi dengan kata-kata do-dol-ga-rut-e-nak-ni-an. Kemudian, urutan nada dinyanyikan kebalikannya, dari nada tinggi turun ke nada rendah masih dengan kata-kata kocak e-nak-ni-an-do-dol-ga-rut. Setelah murid menguasai tinggi urutan nada dengan baik, naik dan turun, melalui latihan dengan kata-kata, guru mengganti kata-kata dengan notasi.

Setelah itu, diberikan latihan lanjut membaca notasi angka, seperti menyanyikan bermacam-macam jarak nada (interval), bentuk dan nilai not. Sesudah itu barulah murid-murid diberi nyanyian baru secara lengkap untuk dipelajari. Cara mempelajari nyanyian demikian sungguh menyenangkan.

Pada tahun 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah pada bala tentara Jepang. Saat itu ia duduk di kelas V HIS. Dalam keadaan peralihan kekuasaan pemerintahan itu, ia pindah ke Muaraenim. Di sana, ia dimasukkan ke sekolah eks HIS, yang telah berganti nama menjadi Kanzen Syogakko. Di sinilah ia mulai bermain sandiwara dan mengenal musik. Sandiwara yang pernah ia ikuti adalah ketika sekolah mengadakan pertunjukan pada akhir tahun ajaran bertempat di gedung bioskop. Cerita yang ditampilkan legenda dari Sumatra Barat, berjudul Sabai Nan Aluih dan ia berperan sebagai Mangkutak Alam.

Di kota ini pula ia berkenalan dengan Ishak Mahmuddin, seorang anggota orkes musik Ming yang terkenal di kota Muaraenim. Ming adalah nama pemimpin orkes. Alat yang dikuasai Ishak adalah alat musik tiup saksofon, selain beberapa alat musik lain. Ishak kemudian mengajarinya bermain gitar. Selain itu, Ishak yang pandai mengarang lagu itu turut membimbingnya mengarang lagu. Melihat kemampuan Mahmud yang terus meningkat, Ishak pun mengajaknya bergabung dengan Orkes Ming umtuk memainkan alat musik, dan kadang-kadang ukulele serta bas.
Masa revolusi 1945-1949 membuatnya tidak dapat bersekolah dengan baik. Ia ikut masuk kancah perjuangan dengan menjadi anggota Tentara Pelajar. Selama masa itu, kehidupannya berubah. Ia berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu kota ke kota lain, bahkan keluar masuk hutan. Syukurlah, ia dapat melewati masa itu dengan selamat, meskipun ada rkan-rekannya yang meninggal.

Setelah Belanda mengakui kedaulatan RI, Mahmud pun keluar dari kesatuan Tentara Pelajar. Ia kemudian melanjutkan sekolah dan dinyatakan lulus dari SMU bagian Pertama (SLTP) setelah mengikuti ujian akhir pada tanggal 11-16 Agustus 1950. Ketiadaan biaya membuatnya tidak dapat segera melanjutkan pendidikan. Pamannya, Masagus Alwi mengajaknya bekerja di salah satu bank milik Belanda yang masih beroperasi. Ajakan tersebut diterima. Di tempatnya bekerja, ia dapat melihat langsung keramaian lalu-lintas, lalu-lalang kendaraan, pejalan kaki, juga para siswa membawa buku sekolahnya. Pikiran dan perasaannya mulai gelisah. Ia ingin kembali ke sekolah.

Kebetulan di Palembang sedang dibuka Sekolah Guru bagian A (SGA) yang memberi tunjangan belajar bagi siswanya selama tiga tahun, dengan syarat setelah tamat bersedia ditempatkan di mana saja sebagai guru. Ia pun berhenti bekerja di bank dan segera mendaftar sebagai siswa baru di SGA. Selama tiga tahun (1951-1953) ia belajar di SGA, dari tahun 1951 sampai dengan 1953. Selama pendidikan di SGA, ia pernah mengarang nyanyian untuk ibu. Kata-katanya bila disimpulkan, berbunyi: betapa dalam laut, betapa tinggi gunung, tidak dapat melebihi dalam dan tingginya kasih Ibu. Sayang, teks nyanyian ini tidak dimilikinya lagi, hilang.

Setelah lulus SGA, ia ditempatkan di Tanjungpinang, Riau, menjadi guru SGB di kota itu. Ia berangkat ke Tanjungpinang dengan pesawat terbang Catalina yang mampu mendarat di permukaan laut. Di dermaga, Kepala SGB menyambut kedatangannya. Ia dibawa ke sebuah hotel tempat tinggalnya selama bertugas di Tanjungpinang. Di luar dugaannya, gaji pegawai di Tanjungpinang dibayar dengan mata uang dolar, bukan rupiah. Dengan gaji dolar, hidup guru dan pegawai PNS pada umumnya lebih dari cukup.

Di kota inilah ia berkenalan dengan Mulyani Sumarman, guru Bahasa Inggris SMP Negeri. Hubungan pun makin lama makin erat. Menjelang tahun ketiga berada di Tanjungpinang, ia merasa sudah waktunya pindah. Ia ingin ke Jakarta. Ia ingin melanjutkan pendidikan di B I Jurusan Bahasa Inggris dan membangun rumah tangga dengan Mulyani. Ia mengajukan permohonan pindah, dan dikabulkan. Mulyani akan menyusul.

Pada tahun 1956, ia pindah ke Jakarta diangkat menjadi guru di SGB V Kebayoran Baru. Kemudian, mendaftarkan diri pada B I Jurusan Bahasa Inggris. Tanggal 2 Februari 1958 ia menikah dengan Mulyani. Kemudian Mulyani diboyong ke Jakarta setelah mengajukan permohonan pindah mengajar.

Mulyani ditempatkan di SMP 11 Kebayoran Baru yang tepat berhadapan dengan sekolahnya mengajar. Mulyani pun mendaftar diri kembali pada B I Jurusan Bahasa Inggris. Dengan demikian, mereka dapat pergi dan pulang dari mengajar, atau pun kuliah di BI bersama-sama dengan mengendarai sepeda motor. Dari perkawinan ini mereka dikarunia tiga orang anak, seorang laki-laki, dua orang perempuan, yaitu Ruri Mahmud, Rika Vitrina, dan Revina Ayu.

Setelah menyelesaikan B I Jurusan Bahasa Inggris tahun 1959, Mahmud dipindahkan mengajar pada SGA Jalan Setiabudi, Jakarta Selatan. SGA mendididik calon guru Sekolah Dasar. Di sini ia berkenalan dengan Bu Fat dan Bu Meinar, guru Seni Suara.

Awal tahun 1962, dengan biaya Colombo Plan, ia ditugaskan kuliah di University of Sydney, Australia, guna memperoleh sertifikat mata kuliah The Teaching Of English As A Foreign Language selama satu tahun. Januari 1963 ia mendaftarkan diri pada Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Jakarta untuk melanjutkan pendidikan sampai sarjana. Pada tahun yang sama ia dipindahtugaskan ke Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak (SGTK) di Jalan Halimun, Jakarta Selatan.

Di SGTK seolah ia menemukan lahan subur untuk mengembangkan bakat musiknya, khususnya mencipta lagu anak-anak. Ia pun meninggalkan kuliah bahasa Inggris, keluar dari Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, dan menekuni musik.

SGTK memiliki suasana yang mendorongnya untuk menekuni dunia musik. Pimpinan sekolah sendiri senang akan musik. Guru Seni Musik pandai bermain piano dan mengarang lagu. Siswa SGTK turut memberikan dorongan baginya untuk mengarang lagu anak-anak. Tiap kali siswa SGTK melakukan latihan praktik mengajar, ada yang memerlukan lagu dengan tema tertentu menurut tugasnya. Pada masa itu, mencari lagu anak-anak yang sesuai dengan anak-anak agak sulit. Siswa yang memerlukan lagu baru datang kepadanya meminta dibuatkan lagu. Ia pun mencoba. Lagu yang telah dibuat, diajarkan pada anak-anak TK saat praktik mengajar. Ternyata, lagu itu disukai. Hal ini membesarkan hatinya dan membuatnya makin tekun mengarang lagu anak-anak.

Di rumah pada waktu senggang, ia mencoba mengarang lagu anak-anak sambil memetik gitar miliknya. Lagu anak-anak tentu berbeda dengan lagu untuk orang dewasa. Di mana bedanya? Pada pikiran, perasaan, dan perilaku anak itu sendiri. Ia pun mempelajari lagu anak-anak yang telah ada, seperti lagu-lagu Ibu Sud, Pak Dal, dan pencipta lagu anak-anak yang lain.

Saat tinggal di Kebayoran Baru, Mahmud sering mengajak anaknya bermain ke Taman Puring. Di sana ada ayunan, jungkat-jungkit, dan lapangan yang cukup luas sehingga anak-anak dapat melakukan permainan lain, seperti main lempar bola atau kejar-kejaran. Roike yang saat itu baru berumur 5 tahun senang sekali bermain ayunan. Ia begitu menikmati permainan itu dan menjaga agar anaknya tidak sampai mengalami kecelakaan. Perasaan Roike dan pesan agar hati-hati sehingga tidak mengalami itu ia tuangkan ke dalam lagu "Main Ayunan".

Inspirasi lagu “Pelangi” hadir ketika ia mengantar anaknya, Rika, yang masih berusia lima tahun sekolah di TK. Di tengah perjalanan, Rika berteriak, “Pelangi!” sambil menunjuk ke arah langit. Ia mulai menyanyikan pelangi, mencari kata-kata yang tepat yang menjadi pikiran anak kecil, selanjutnya ketika tiba di rumah, ia iringi dengan gitar dan jadilah sebuah lagu.

Lahirnya lagu “Ambilkan Bulan” terjadi ketika anaknya Roike tengah bermain di beranda rumah. Saat itulah ia melihat ke langit dan melihat bula. Segera ia berlari dan menggandeng lengan ayahnya diajak ke luar. Tiba-tiba si anak berkata, “Pa, ambilkan bulan.” Jelas saja AT Mahmud bingung. Awalnya kejadian itu berlalu begitu saja. Namun, permintaan si anak terus terngiang di telinganya. Minta bulan, untuk apa? Dengan mencoba menerawang dunia dan bahasa anak, AT Mahmud pun menuliskan permintaan itu dalam bait-bait lagu. Tadinya “ambilkan bulan pa” diubah menjadi “ambilkan bulan bu” sehingga terkesan lebih lembut.

Lain lagi dengan lagu “Amelia”. Amelia adalah nama seorang anak kecil yang riang, sering bertanya, tidak bisa diam, lincah, dan ingin tahu banyak hal. Amelia adalah anak dari Emil Salim, Menteri Lingkungan Hidup pada masa Orde Baru. Emil Salim tak lain adalah sahabat waktu kecil Mahmud ketika sama-sama sekolah di Sekolah Menengah Umum Bagian Pertama (SMU, setingkat SLTP), di Palembang. A.T. Mahmud melukiskan sifat Amelia dalam lagunya sebagai gadis cilik lincah nian, tak pernah sedih, riang selalu sepanjang hari.

Dorongan untuk membuat lagu datang pula dari guru-guru. Salah satunya adalah Ibu Rosna Nahar. Para siswa pun senang dengan lagu-lagu ciptaannya. Ia kemudian membentuk kelompok paduan suara siswa SPG. Lagu ciptaannya terus bertambah, dan mulai tersebar di Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar terdekat, kemudian melebar di sekolah-sekolah lain. Radio Repulik Indonesia (RRI) memintanya membantu mengisi acara anak-anak pada sore hari, dengan memperkenalkan lagu lama maupun baru. Kesempatan ini ia pergunakan untuk memperkenalkan lagu ciptaannya sendiri.

Pelan tapi mantap, lagu-lagunya mulai dikenal di kalangan anak-anak, guru sekolah, dan orang tua. Tahun 1968, Televisi Republik Indonesia (TVRI) mengundangnya. Salah seorang pejabat di sana menjelaskan bahwa TVRI ingin menyelenggarakan sebuah acara baru, yaitu musik anak-anak tingkat SD. Ia diminta untuk mengoordinasi acara ini. Akhirnya jadilah sebuah acara bertajuk “Ayo Menyanyi” yang mulai mengudara tanggal 3 Juni 1968.

Sumber lagu umumnya diambil dari lagu-lagu ciptaan, antara lain: Ibu Sud, Pak Dal, Pak Tono, S.M. Moechtar, Kasim St. M. Syah, A.E. Wairata, S. Anjar Sumyana, C. Tuwuh, Martono, Andana Kusuma, Angkama Setiadipradja, Pak Sut, Pak Rat, Kusbini, Daeng Soetigna, Hs. Mutahar, L. Manik, M.P. Siagian, A. Simanjuntak, R.C. Hardjosubrata, Sancaya HR, dan Mus K. Wirya.

Dari lagu-lagu yang dikirimkan, dan masih dikenal, antara lain: "Terima Kasihku" oleh Sri Widodo dari Yogyakarta, "Bunga Nusa Indah" oleh Djoko Sutrisno, dan 'Anugerah" oleh Indra Budi (putra Bu Meinar). Ayo Menyanyi telah menjadi salah satu wadah bagi mereka yang berminat untuk membuat lagu anak-anak, pendidikan musik anak-anak khususnya. Bertanggal April 1968, ia menerima sebuah lagu dari Mochtar Embut, berjudul "Ibu Guru Kami", yang kemudian disiarkan di TVRI.

Atas usul AT Mahmud, tahun 1969 TVRI menambah acara lagu anak yaitu “Lagu Pilihanku”. Jika “Ayo Menyanyi” berbentuk pelajaran untuk menyanyikan lagu baru, maka “Lagu Pilihanku” bersifat lomba. Jumlah peserta 5 (lima) orang yang dipilih melalui tes. Untuk testing, calon peserta harus melapor diri pada Kepala Sub Bagian Pendidikan, yang kemudian akan memperoleh Surat Peserta Testing. Testing dilakukan oleh dua orang yang ditunjuk koordinator acara, berlangsung di studio TVRI. Acara ini ditayangkan dua kali sebulan, bergantian setiap seminggu sekali dengan Ayo Menyanyi.

Setelah kedua acara di atas berlanjut dan berkesinambungan selama 20 tahun, pada tahun 1988, atas suatu kebijaksanaan pimpinan TVRI, seluruh tim diminta mundur dari kedua acara tersebut. Untuk beberapa saat acara Ayo Menyanyi dengan nama lain dilanjutkan dengan pembawa acara seorang artis, yang berlangsung tidak lama. Kemudian, pembawa acara digantikan seorang artis lain. Itu pun hanya bertahan sebentar, kemudian untuk seterusnya menghilang sama sekali dari tayangan di layar TVRI.

Kehadiran acara Ayo Menyanyi dan Lagu Pilihanku, ternyata telah menarik minat kalangan perusahaan rekaman untuk merekam lagu anak-anak pada piringan hitam. Tercatat nama perusahaan rekaman, seperti: Remaco, Elshinta, Bali, Canary Records, Fornada, J & B Records. Lagu-lagu ciptaan AT Mahmud pun mendapat perhatian. Di samping lagu-lagu ciptaan pencipta lainnya, ada sekitar 40-an lagu A. T. Mahmud tersebar pada 7 (tujuh) piringan hitam antara tahun 1969, 1972, dan tahun-tahun sesudah itu, yakni Citaria, Musim Panen. Jangkrik, Gelatikku. Layang-Layangku, Ade Irma Suryani, Kereta Apiku, Jakarta Berulang Tahun, Pemandangan, Timang Adik Timang, Pulang Memancing, Hadiah untuk Adik, Tidurlah Sayang, Mendaki Gunung, Sekuntum Mawar, Tepuk Tangan, Kincir Air, Dua Ekor Anak Kucing, Bulan Sabit, Lagu Tor-Tor, Tupai, Burung Nuri, Di Pantai, Senam, Bintang Kejora, Aku Anak Indonesia, Aku Anak Gembala, Kunang-Kunang, Naik Kelas, dan Awan Putih.

Waktu terus berjalan. Akhirnya, salah satu lembaga pendidikan Islami meminta AT Mahmud untuk memberikan penataran sejenis pada sekolahnya untuk guru-guru TK. Ia berpendapat, alangkah baiknya jika contoh lagu yang ia berikan, juga bernapaskan Islami. Yang Islami itu yang mana? Karena hal ini merupakan sesuatu yang baru baginya. Mahmud mencari tahu apa yang dimaksudkan dengan lagu islami, seni islami pada umumnya. Di satu sisi, tentu ada yang sama, yaitu sasarannya tetap anak-anak juga. Akan tetapi, di sisi lain, tentu ada bedanya dengan lagu anak-anak yang umum. Bedanya paling tidak pada pesan yang akan disampaikan, pada maksud dan tujuan yang ingin dicapai.

Mulailah ia mencari buku-buku referensi. Dari beberapa buku Islami yang dibaca, ia mulai mempelajari tentang seni Islam, musik Islami, atau lagu Islami. Ia menemukan jawaban pada buku yang ditulis M. Quraish Shihab "Wasasan Al-Quran", bagian keempat: "Wawasan Al-Quran tentang Aspek-Aspek Kegiatan Manusia" subbab "Seni" halaman 398.

"... seni Islam adalah ekspresi tentang alam, hidup, dan manusia yang mengantarkan menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan ...menggambarkan hubungan ...dengan hakikat mutlak, yaitu Allah swt. ...dengan tujuan memperhalus budi, mengingatkan tentang jati diri manusia, menggambarkan akibat baik dan buruk dari suatu pengamalan ..."

Pengertian ini dianggapnya sejalan dengan rumusan yang dikutip dari bacaan lain, berbunyi: " (musik islami) bermaksud dan bertujuan untuk meningkatkan daya pikir dan rasa dalam kaitan gagasan dan pendidikan akhlak, dengan cakupan dua aspek, yaitu a) akhlak terhadap Allah, dan b) akhlak terhadap sesama manusla.

Dalam pengertian inilah kemudian ia menciptakan lagu-lagu Islami, dengan cara menerjemahkannya menurut dan sesuai dengan karakteristik anak yang sedang tumbuh dan berkembang menuju kedewasaannya.

AT Mahmud pun memikirkan untuk menghimpun semua lagu yang diciptakan dalam bentuk buku. Ia pernah mencetak sendiri, dengan biaya sendiri, dan penyebaran sendiri melalui sekolah langsung, yang menghasilkan dua buku kumpulan lagu yaitu “Lagu Anak-Anak Kami Menyanyi” (44 lagu) disusun pada tahun 1969 dan “Lagu Anak-Anak Main Ayunan” (30 lagu) pada tahun 1970.

Penerbit PT Sinar Bandung mencetak lagu-lagunya berjudul “Nyanyianku” (30 lagu yang pada umumnya berbeda dengan lagu pada “Main Ayunan”, tahun penerbitan tidak ada. Tahun 1976, I. Elisa dari Bandung menerbitkan sendiri 8 lagu cipaannya dalam gubahan untuk iringan piano, dengan judul “Lagu Anak-Anak”. Penerbit Yudhistira Jakarta menerbitkan tiga kumpulan lagu berturut-turut, masing-masing dengan judul “Merdu Berlagu” dalam 4 jilid (tahun penerbitan tidak tercantum).

Ternyata, penerbit besar pun ikut tertarik menerbitkan buku lagu-lagu anak. Di antara penerbit yang menerbitkan buku kumpulan lagu-lagu adalah Balai Pustaka, Tiga Serangkai Solo, Gramedia, Grasindo. Grasindo pun menerbitkan nyanyian Islami berjudul “Mustiqa Dzikir Nyanyian Islami Berdasarkan Hadis Rasulullah”.

Selain menciptakanlagu, AT Mahmud pun sempat menulis beberapa buku, terutama sebagai anggota tim. Hal itu terjadi ketika menjadi anggota tim penulis untuk buku musik SPG pada Proyek Penyedian Buku Sekolah Guru Tahun ke-5 Pembangunan Lima Tahun I 1973/1974. Sejumlah buku yang ditugaskan pada timnya adalah Buku Musik 1, 2, 3, dan 4 untuk SPG. Selanjutnya, ia bersama Bu Fat menulis buku pelajaran musik “Musik di Sekolah Kami Belajar Seni Musik Aktif dan Kreatif untuk Sekolah Dasar” yang diterbitkan Balai Pustaka tahun 1994.

Tahun 1995 ia menulis buku “Musik dan Anak” atas permintaan Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan 1994/1995 Direktorat Jenderal Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sekitar bulan Oktober 1999, Seli (Seli Theorupun Pontoh) dari Sony Music bertamu ke rumahnya. Dia datang bersama Dian Hadipranowo yang ternyata pernah menjadi guru piano cucunya, Sasti. Seli menjelaskan maksud kedatangan mereka, pertama ingin berkenalan dengan A. T. Mahmud, kedua, Sony Music bermaksud meluncurkan album perdana lagu anak-anak dengan label Sony Wonder.

Saat itu dirasakan bahwa lagu anak-anak yang ada di pasaran pada umumnya lagu-lagu yang agak "lain", berbeda dengan lagu anak-anak yang pernah diciptakan seperti oleh A. T. Mahmud, Ibu Sud, atau Pak Kasur. Sony Music ingin memunculkan kembali lagu anak-anak yang dahulu akrab di telinga anak-anak Indonesia. Mereka yakin, di kalangan orang tua pada umumnya ada rasa kerinduan akan lagu-lagu semacam itu.

AT Mahmud terkejut dengan apa yang disampaikan. Ia sangat senang lagu-lagu karyanya diperhatikan. Segera ia serahkan sejumlah koleksi lagu-lagu yang kebetulan telah difotokopi dari naskah asli. Menjelang bulan Mei 2000, Sony Music telah memilih 15 (lima belas) lagu dengan penyanyi Tasya (Shafa Tasya Kamila), dan penata musik Dian Hadipranowo.

Pada 4 Mei 2000 lagu-lagu yang terpilih dengan label Sony Wonder berjudul "Libur Telah Tiba" dengan subjudul "Karya Abadi A. T. Mahmud" diedarkan. Atas keberhasilan album ini, selalu ia katakan pada diri sendiri, keberhasilan album itu bukanlah semata karena lagu A. T. Mahmud. Setidaknya ada tiga unsur yang terlibat, saling mendukung, yaitu, lagu, Tasya sebagai penyanyi anak, dan tatanan musik Dian, dalam kesatuan utuh. Tak kalah penting adalah "keberanian" Sony Music memunculkan kembali lagu-lagu lama yang sudah puluhan tahun umurnya dalam satu kaset.

Setahun kemudian tanggal 5 Juni 2001 Sony Wonder mengedarkan album kedua dengan semua lagu ciptaannya berjudul "Gembira Berkumpul". Kembali sambutan masyarakat akan album ini tidak mengecewakan. Kemudian 18 Oktober 2001, menjelang bulan Ramadan 1422 H, Sony Wonder meluncurkan album "Ketupat Lebaran" yang memuat 11 (sebelas) lagu Islami. Tiga di antara lagu itu, liriknya ditulis oleh Ni Luh Dewi Chandrawati, yakni "Ketupat Lebaran", "Sahur Telah Tiba", dan "Tanganku Ada Dua". Dua lagu diambil dari lagu lama yang tidak dikenal nama penciptanya.

Atas prestasinya di bidang musik, AT Mahmud telah banyak menerima penghargaan. Empat penghargaan terakhir adalah bulan Oktober 1999, menerima Hadiah Seni dari Pemerintah, yang diserahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Juwono Sudarsono. Inilah hadiah seni pertama yang diterimanya dari Pemerintah dalam suatu upacara resmi.

Februari tahun 2001, pada saat peluncuran film Visi Anak Bangsa karya Garin Nugroho, bertempat di gedung Teater Indonesia TMII, menerima penghargaan dalam bentuk lontar yang diserahkan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri. Di atas lontar tertulis: Untuk yang mencipta melintasi keberagaman budaya memberi keindahan dan kemuliaan keberagaman hidup

Mei 2001 bertempat di Golden Room Hotel Hilton, diprakarsai dan melalui Yayasan Genta Sriwijaya, ia menerima penghargaan berupa trofi dari masyarakat Sumatra bagian Selatan, bersama-sama dengan tiga orang tokoh yang lain.

Pada Agustus 2003, ia pun menerima Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma dari Pemerintah RI (Keppres No.052 /TK/Tahun 2003 Tanggal 12 Agustus 2003).

Satu bulan kemudian, Anugerah Musik Indonesia (AMI) memberikan penghargaan berupa Lifetime Achievement Award kepadanya atas sumbangsihnya terhadap dunia musik.

Namun, di samping penghargaan formal itu, ada bentuk penghargaan lain yang informal, tetapi sangat menyentuh hati, menimbulkan rasa haru yang mendalam, yaitu penghargaan dari guru, berbentuk lagu. Lagu pertama, pada tahun 1982, ketika terlibat pada proyek peningkatan mutu guru SPG tingkat Nasional yang diselenggarakan di Puncak. Bertepatan pada hari ulang tahunnya, tanggal 3 Februari 1982, Siti Romlah, salah seorang peserta dari Yogyakarta, menghadiahkan sebuah lagu ciptaannya sendiri, berjudul "Di Hari Ulang Tahunmu, Papa".

Lagu kedua ketika menjadi salah seorang penatar pada Pendidikan dan Pelatihan Instruktur Tingkat Dasar Guru Taman Kanak-Kanak Atraktif, Pusat Pengembangan Penataran Guru Keguruan Jakarta yang diselenggarakan di Parung, Bogor, bertempat di gedung PPPG Bahasa tahun 1999, dengan peserta para guru pembina Taman Kanak-Kanak se-Indonesia. Pada saat minta diri, para peserta memintanya untuk mendengarkan sebuah lagu yang telah diciptakan sebagai kenang-kenangan. Lagu dibuat oleh Renni Kusnaeni dari TK Pembina Subang, Jawa Barat, dan syair oleh Munifah dari TK Pembina Lamongan, Jawa Timur. Naskah lagu ini bertanggal 23 Juli 1999. Seluruh peserta yang sudah dilatih malam sebelumnya bernyanyi bersama.

Setiap kali mendengar lagu ciptaannya dinyanyikan, yang pertama-tama terbayang adalah peristiwa atau cerita bagaimana lagu itu tercipta dalam ruang, waktu, dan pelaku yang melatari. Atas dasar itu pulalah dikatakan bahwa lagu ciptaannya bersumber pada tiga hal, yang berdiri sendiri atau saling mempengaruhi. Pertama: bersumber pada perilaku anak itu sendiri. Kedua: pada pengalaman masa kecilnya. Ketiga: pesan pendidikan yang ingin ia sampaikan pada anak-anak.
sumber : Yayat Sudrajat - Yusak

Friday, April 10, 2009

Menemukan Impian


Halah, emang hilang? Tidak tau, ya. Dulu rasanya ketika kecil, kita semua punya impian. Atau kalau tidak salah, dulu namanya cita-cita. Lalu masing-masing kita bukan hanya cerita tentang occupation yang ingin kita miliki di kala dewasa. Kadang, kita juga sampai menceritakan hal-hal rinci terkait occupation itu.

”Aku mau jadi pilot. Terus aku bisa terbang ke banyak negara. Jadi bisa nginap di hotel-hotel bagus di banyak negara. Terus bikin foto-foto di sana. Karena sering terbang ke banyak negara, aku akan punya uang banyak. Jadi nanti bisa bikin rumah yang besar. Ada kolam renangnya. Punya mobil bagus. Bisa beli-beli makanan enak. Rumahku akan aku susun jadi bagus dan indah. Bertingkat 3 kayaknya seru ya.”

Semakin lama seorang anak dibiarkan bercerita, maka akan semakin lengkaplah hal-hal itu. Termasuk mungkin dia akan bisa punya anak asuh. Bisa menyumbang ke korban-korban bencana, bukan hanya ikut prihatin ketika melihat berita di televisi. Jadi seringkali impian mereka tidak hanya terkait dengan materi. Bahkan juga beramal dan mungkin perjalanan-perjalanan ibadah juga menjadi bagian dari impian mereka.

Masih ingatkah Anda seberapa lengkap impian Anda? Sebagian dari mimpi Anda, termasuk untuk membahagiakan kedua orangtua Anda, kan? Nah, sekarang Anda ingat kembali impian-impian Anda waktu kecil.

Mau bermain-main sedikit? Bukan untuk tujuan serius, sekedar iseng-iseng dan siapa tahu bermanfaat.

Coba Anda ambil kertas, atau tuliskan saja di wordprocessor Anda. Impian-impian apa saja yang masih Anda ingat dan menjadi keinginan Anda di waktu kecil dulu. Tidak perlu malu, karena saya toh tidak akan minta Anda menceritakannya kepada saya atau kepada siapapun.

Menyenangkan ya? Kalau kita lihat impian anak yang saya jadikan contoh tadi, berarti dia punya sekitar 15 impian. Hai-hai, sungguh banyak ya? Padahal beberapa impian di contoh tadi masih bisa dibuat lebih rinci lagi.

Ayolah, hanya untuk bersenang-senang saja, kok. Jangan takut, kan itu impian Anda waktu kecil dulu. Coba saja diingat-ingat. Tidak perlu berurutan, tetapi tuliskan lebih rinci, kan ini hanya bermain. Tidak perlu juga takut menceritakan yang rinci. Anda juga tidak dituntut untuk mewujudkannya.

Oke, bisa sampai 100 tidak ya? Atau hanya 15 saja? Oh, ada yang bisa 75 impian, hebat sekali!!! Ada yang sudah punya lebih dari 100 impian? Luar biasa!!!

Nah, itu semua kan impian Anda saat masih kecil. Jadi biasa saja kalau jadi banyak. Biasa pula, kalau sekarang Anda menganggap itu hal yang lucu. Apalagi kita memang sedang ingin bermain-main sebentar. Jangan terus-terusan serius lah.

Butuh banyak sekali biaya untuk menghilangkan kerut di pelipis, di atas hidung dan di atas alis Anda. Jadi mari sekarang kita bermain-main sebentar. Nah, mari kita lihat kembali dari impian nomer 1 hingga nomer terakhir. Ini juga masih dalam tujuan bersenang-senang saja.

Sudah adakah hal-hal dalam impian Anda itu yang tercapai sekarang? Nah, lucu kan. Beberapa dari impian-impian masa kecil kita itu ternyata sudah tercapai ya? Nah, sekarang senyum Anda menjadi semakin lebar. Memang, kita kan sedang bersenang-senang. Jadi tidak ada gunanya mengkerutkan kening, ya?

Tapi sekarang mari kita ingat-ingat dikit. Dikit aja, jangan sampai membuat kening Anda terlalu berkerut. Coba lihat hal-hal yang dulu diimpikan dan sekarang sudah dicapai. Apakah selama sekian tahun Anda mengingat itu sebagai sesuatu yang Anda inginkan. Sehingga begitu kesempatan ada, maka Anda segera meraih impian Anda itu?

Nah, sekarang baru main-main kita jadi serius ya? Ya, masa dari tadi main-main terus. Kan Anda sudah bukan lagi anak-anak.

Impian bukan goals. Karena goals adalah milestone dalam perjalanan Anda menuju impian Anda. Tahap demi tahap Anda lalui, mil demi mil Anda lampaui, dan arah Anda ternyata menuju impian Anda.

Anda sekolah. Mungkin beasiswa, mungkin biaya dari orangtua, mungkin pula Anda sendiri mengumpulkan uang untuk sekolah. Kemudian Anda ingin sekali mendapatkan posisi tertinggi dalam pengumpulan nilai pendidikan Anda. Maka Anda pun belajar dengan lebih serius. Itu kalau tidak salah, namanya goals ya?

Kemudian dari ranking teratas itu, Anda mendapatkan nilai-nilai tertinggi, hingga memudahkan Anda melamar pekerjaan ke perusahaan-perusahaan yang Anda pilih. Atau karena Anda menjadi lebih cerdas dari sebelumnya, maka Anda dapat menjadi pengusaha yang lebih handal.

Kemudian Anda mulai memiliki penghasilan, Anda tabung sebagian, yang ketika sudah menjadi lebih banyak lalu Anda investasikan. Itu kemudian menjadi lebih besar dan Anda mulai mengumpulkan hal-hal yang menjadi impian Anda.

Nah, sekarang Anda melihat apa hubungan impian dengan langkah Anda, ya?

Lucu ya? Ternyata ketika Anda menyimpan impian maka setiap langkah Anda diarahkan menuju impian-impian tersebut ya? Tanpa sadar ya? Kemudian Anda menyusun goals demi goals. Berusaha mencapai setiap goals secara bertahap dan impian Anda mulai tercapai.

Kekanak-kanakan ya? Mungkin ya, tetapi bukankah karena impian tersebut Anda menjadi berkembang seperti sekarang. Karena impian tersebut Anda memiliki kepribadian sebaik sekarang. Karena impian pula Anda bekerja keras untuk mencapai goals demi goals.

Nah, mengapa Anda tidak menemukan (kembali) impian Anda. Membangun diri Anda. Dan memperbaiki arah langkah Anda.

sumber : Ardian Syam

Monday, April 6, 2009

Arti Kehidupan


Alkisah, seorang pemuda mendatangi orang tua bijak yang tinggal di sebuah desa yang begitu damai. Setelah menyapa dengan santun, si pemuda menyampaikan maksud dan tujuannya. "Saya menempuh perjalanan jauh ini untuk menemukan cara membuat diri sendiri selalu bahagia, sekaligus membuat orang lain selalu gembira."

Sambil tersenyum bijak, orang tua itu berkata, "Anak muda, orang seusiamu punya keinginan begitu, sungguh tidak biasa. Baiklah, untuk memenuhi keinginanmu, paman akan memberimu empat kalimat. Perhatikan baik-baik ya..."

"Pertama, anggap dirimu sendiri seperti orang lain!" Kemudian, orang tua itu bertanya, "Anak muda, apakah kamu mengerti kalimat pertama ini? Coba pikir baik-baik dan beri tahu paman apa pengertianmu tentang hal ini."

Si pemuda menjawab, "Jika bisa menganggap diri saya seperti orang lain, maka saat saya menderita, sakit dan sebagainya, dengan sendirinya perasaan sakit itu akan jauh berkurang. Begitu juga sebaliknya, jika saya mengalami kegembiraan yang luar biasa, dengan menganggap diri sendiri seperti orang lain, maka kegembiraan tidak akan membuatku lupa diri. Apakah betul, Paman?"

Dengan wajah senang, orang tua itu mengangguk-anggukkan kepala dan melanjutkan kata-katanya. "Kalimat kedua, anggap orang lain seperti dirimu sendiri!"

Pemuda itu berkata, " Dengan menganggap orang lain seperti diri kita, maka saat orang lain sedang tidak beruntung, kita bisa berempati, bahkan mengulurkan tangan untuk membantu. Kita juga bisa menyadari akan kebutuhan dan keinginan orang lain. Berjiwa besar serta penuh toleransi. Betul, Paman?"

Dengan raut wajah makin cerah, orang tua itu kembali mengangguk-anggukkan kepala. Ia berkata, "Lanjut ke kalimat ketiga. Perhatikan kalimat ini baik-baik, anggap orang lain seperti mereka sendiri!"

Si anak muda kembali mengutarakan pendapatnya, "Kalimat ketiga ini menunjukkan bahwa kita harus menghargai privasi orang lain, menjaga hak asasi setiap manusia dengan sama dan sejajar. Sehingga, kita tidak perlu saling menyerang wilayah dan menyakiti orang lain. Tidak saling mengganggu. Setiap orang berhak menjadi dirinya sendiri. Bila terjadi ketidakcocokan atau perbedaan pendapat, masing-masing bisa saling menghargai."

Kata orang tua itu, "Bagus, bagus sekali! Nah, kalimat keempat: anggap dirimu sebagai dirimu sendiri! Paman telah menyelesaikan semua jawaban atas pertanyaanmu. Kalimat yang terakhir memang sesuatu yang sepertinya tidak biasa. Karena itu, renungkan baik-baik."

Pemuda itu tampak kebingungan. Katanya, "Paman, setelah memikirkan keempat kalimat tadi, saya merasa ada ketidakcocokan, bahkan ada yang kontradiktif. Bagaimana caranya saya bisa merangkum keempat kalimat tersebut menjadi satu? Dan, perlu waktu berapa lama untuk mengerti semua kalimat Paman sehingga aku bisa selalu gembira dan sekaligus bisa membuat orang lain juga gembira?"

Spontan, orang tua itu menjawab, "Gampang. Renungkan dan gunakan waktumu seumur hidup untuk belajar dan mengalaminya sendiri."

Begitulah, si pemuda melanjutkan kehidupannya dan akhirnya meninggal. Sepeninggalnya, orang-orang sering menyebut namanya dan membicarakannya. Dia mendapat julukan sebagai: "Orang bijak yang selalu gembira dan senantiasa menularkan kegembiraannya kepada setiap orang yang dikenal."


Pembaca yang luar biasa,

Sebagai makhluk sosial, kita dituntut untuk belajar mencintai kehidupan dan berinteraksi dengan manusia lain di muka bumi ini. Selama kita mampu menempatkan diri, tahu dan mampu menghargai hak-hak orang lain, serta mengerti keberadaan jati diri sendiri di setiap jenjang proses kehidupan, maka kita akan menjadi manusia yang lentur. Dengan begitu, di mana pun kita bergaul dengan manusia lain, akan selalu timbuk kehangatan, kedamaian, dan kegembiraan. Sehingga, kebahagiaan hidup akan muncul secara alami... luar biasa!

sumber : Andrie Wongso